"..Aku tak tahu bahasa lisanmu terlebih lagi bahasa tubuhmu aku ingin menjadi sahabatmu, namun engkau tak memberiku kesempatan, tenanglah aku telah pergi dan mengikhlaskan rasa ini, Maafkan Aku yang Pernah Mengusik Kehidupanmu, Baiklah Aku Pergi Sekarang.."
Cinta itu
adalah fitrah, dan menyukai lawan jenis juga adalah fitrah manusia, saat ini
rasa itu benar-benar telah menancap tajam dilubuk hatiku yang terdalam, entah
bagaimana rasa itu bisa sampai ke tempat itu bagiku ini adalah fitrah, jangan
kamu suruh aku untuk mematikannya bahkan hadirnya aku tak tahu apalagi
menghapuskannmu dihatiku, kau adalah temanku, namun mangapa engkau berbeda
dengan teman-teman yang lainnya, mencoba mengenalmu lebih jauh, namun tak ada
kesempatan, mencari sedikit kesibukan berharap kita bisa bertukar informasi,
sikap dinginmu, dan cuek tak mampu aku pahami bahkan bahasa lisan terlebih
bahasa tubuhmu.
Semakin aku mengenalmu justru semakin berat
pikiran ini, aku tak mampu memendam rasa ini, semakin aku pendam semakin galau
diri ini, hingga kuberanikan untuk menyampaikannya kepadamu bahwa aku
menyukaimu dengan berharap jiwa ini akan tenang setelah menyampaikannya, tanpa
berharap engkau akan meresponnya dan tak sedikitpun aku takkan mengajakmu untuk
pacaran, maafkan aku telah mengusik kehidupannmu, berharap engkau mengerti
tentang perasaan ini. Engkau adalah temanku tak bermaksud untuk menodai
pertemanan, aku mengenalmu jauh dibandingkan teman-temanmu yang lain, karena
aku ingin kita semakin dekat dan menjadi sahabat, namun sikapmu tetap dingin
dan cuek terhadapku seolah mengisyaratkan untuk aku pergi dari hidupmu, maafkan
aku telah mengusik hidupmu.
Via komunikasi, tegurku, bahkan hanya basa
basi untuk menanyakan kabarmu, namun sikapmu tetap sama, semoga kamu masih
mengingat secarik kertas yang telah terlukiskan untukmu, mungkin bagimu itu
sangat panjang membuatmu malas untuk membukanya, namun panjangnya tulisan itu
adalah mewakili perasaan ini kepadamu, bahwa aku sungguh ingin mengenalmu lebih
dekat, walaupun ku tahu takkan mampu bisa aku tuangkan segalanya ditulisan itu
karena jiwa inilah yang bercerita. Sering diejek, dan direndahkan diri ini,
bahwa kau tak pantas untuk mengenalnya, dia tidak menyukaimu.
Kini aku mulai berpikir mungkin aku telah
mengusik kehidupanmu, engkau mengatakan fokus dulu dengan studymu dan semua
teman bagimu sama tak ada yang spesial, dan jangan engkau menungguku. Kata itu
bagiku sebuah isyarat untuk menjauh, namun saya tak sanggup berbuat apa-apa
rasa ini hadir begitu saja dan aku berharap yang menitipkan rasa ini cepat
untuk mengambilnya kembali.
Sering aku
terjatuh dan tertatih dalam mengahadapi banyak masalah studiku serta pencarian
jati diriku, masalah keluargaku dan aku berharap ketika aku terjatuh engkau
datang untuk menarikku dan membangkitkanku lagi hingga kita bisa bersama-sama
berjalan dan meraih mimpi-mimpi masa depan, namun itu hanyalah sebuah ilusi
buatku, untunglah masih banyak yang peduli tentang diri ini ketimbang untuk
menunggumu menyapaku. Aku hanya mampu menceritakannmu diteman-teman terdekatku
dan terdekatmu berharap sebuah wejangan untuk kepastian hidup apa yang harus
aku lakukan.
Aku belajar
tentang kebaikan dan arti sebuah kehidupan kini aku telah menyadarinya bahwa
hanya ada satu obat bagi dua orang insan anak manusia ketika jatuh cinta yakni
menikah, jika tidak maka baginya hanyalah dosa dan kemaksiatan yang
tersampaikan. Hingga kuputuskan rasa ini akan kupendam dalam diam biarlah
takdir takdir Tuhan yang berkehendak, jika memang kita ditakdirkan bersama
kelak maka akan selalu ada cara Tuhan untuk mempertemukannya kembali, begitu
juga memisahkannya sangat mudah, kini bagiku engkau tak spesial lagi engkau
juga hanyalah teman biasa seperti engkau menganggapku, mencoba menjadi yang terbaik
dan berharap akan menemukan seseorang teman hidup yang terbaik pula, namun jika
tidak kita akan ditemukan seseorang yang terbaik pula, maafkan aku yang pernah
mengusik kehidupannmu.
Aku tak tahu bahasa lisanmu terlebih lagi bahasa tubuhmu
aku ingin menjadi sahabatmu, namun engkau tak memberiku kesempatan, tenanglah
aku telah pergi dan mengikhlaskan rasa ini. Ketika kita berpapasan hanya sebuah
senyum yang tersirat diwajahmu pun diwajahku layaknya senyum yang kusampaikan
ke teman-temanku yang lain, dan kini kusadar tetap istiqomah dalam taatNya dan
hanya kepada Tuhan kita berharap bukan pada manusia ciptaanNya dan biarlah
takdir-takdirNya berkehendak.
Maafkan Aku
yang Pernah Mengusik Kehidupanmu, Baiklah Aku Pergi Sekarang.
>Sumber Ilustrasi:https://4.bp.blogspot.com
COMMENTS