"..Anak miangas adalah takdir kelahiran yang diitipkan oleh Tuhan kepada rahim seorang ibu Miangas, mereka harus berjuang dengan keterbatasan, bahan makanan pokok yang sulit, bahan bakar yang mahal, sehingga kayu bakar sering menjadi pilihan, ketika mengandung seorang anak adalah kebahagian, namun disisi lain akankah nasib masa depan mereka akan cerah, secerah matahari pagi dipulau Miangas yang begitu indah.."

Tidak ada yang aneh dengan anak pulau Miangas, jika kita melihat secara sepintas dibandingkan dengan anak yang lainnya dibumi pertiwi ini, terkhusus dengan mereka yang tinggal diibukota provinsi sebut saja anak masa kini generasi z yang serba digital, anak Miangas juga menonton TV, mendengarkan musik, bermain bola, bernyanyi-nyayi, dan bersekolah bahkan  mereka juga membangun istana pasir dipermadani hamparan pinggiran pantai.

 Jika kita melihat secara teliti mengenai karakter mereka berupa prilaku, pola hidup, dan kematangan berpikir, dan cita-cita masa depan baik dilihat dari faktor internal (faktor yang berada dalam  tubuh manusia sendiri berupa minat dan bakat) dan faktor eksternal berupa sarana dan prasana, serta kondisi lingkungan yang membuat mereka harus berjuang lebih dari biasanya sebagai anak manusia yang ditakdirkan terlahir di utara pulau terluar Indonesia pulau Miangas, perbatasan dengan negara Philipina yang ketika ditempuh dari Makassar memakan waktu hampir satu minggu menggunakan kapal laut, sedangkan dari Philipina hanya memakan waktu kurang lebih satu jam, sungguh ironi kesedihan dan perjuangan mereka patut kita jadikan sebagai pelajaran  hidup dibandingkan dengan anak-anak yang manja diperkotaan dan bahkan hampir mendekati 71 tahun kemerdekaan negara ini, 18 tahun pasca reformasi, dan saat ini sudah 7 pemimpin yang menjadi motor perubahan, namun mereka masyarakat diperbatasan masih jauh dari kata merdeka.

Sekitar pukul 20.00 WITA waktu dimiangas diruang dapur yang sederhana dengan keheningan  malam, menenangkan berkumpul dengan mereka keluarga disana saat melaksanakan pengabdian masyarakat, pak desa muda yang sungguh bersahaja bernama pak Suryapade atau pak Adi, bercerita tentang sebuah kisah dipulau Miangas tentang kematian 12 orang penduduknya yang ingin meyelematkan seorang ibu untuk melahirkan salah satu generasi penentu masa depan pulau ini dikarenakan keterbatasan alat-alat kesehatan dan tenaga medis, sehingga mereka memberanikan diri meyebrangi pulau dan menuju pulau karutang dengan petunjuk sang Mangkubumi (ketua adat Miangas) dan 2 mesin penggerak perahu, namun ternyata diperjalanan mereka tak kunjung menemukan pulau yang dituju hingga mesinpun kehabisan bahan bakar, mereka terombang-ambing dilautan dan arus lah yang membawanya, makanan tidak ada begitu juga minuman, satu persatu dari 12 itu meninggal dan dihanyutkan dilaut hingga kurang lebih 81 hari mereka dilaut, minum air laut dan menangkap ikan diatas perahu, otot sudah menyusut hingga tulang yang nampak tak bisa lagi mereka bergerak, hanya 2 orang hidup dari 15 orang yang berangkat bersama, dia melihat sebuah perahu besar dan  mengangkat bajunya ke atas sebagai isyarat agar dilihat dan dapat ditolong, mereka telah pasrah untuk ajalnya, mereka berhasil ditemukan namun hanya 2 orang yang berhasil hidup mereka terdampar dipulau micronesia 3,497 km dari miangas.

Lain lagi cerita hilangnya orang tua anak Miangas yang pergi mencari nafkah dengan perahu kayu dan pancing ditangan untuk mencari penghidupan dilaut mereka bisa sampai bermil-mil keluar dari pinggir pantai dan berada ditengah samudera hanya untuk masa depan anak dan istrinya namun jiwa dan  raga menjadi taruhannya, ombak melululantahkan perahu, pagi mereka berangkat namun jika tak kembali lagi kedaratan maka hanya keikhlasan yang bisa dilakukan, jazad tak ditemukan karena telah tenggelam dan laut telah menjadi makamnya, namun bila rezeki datang maka nikmat memakan ikan sungguh sebuah moment terindah bersama keluarga dan kerabat tercinta.

Anak Miangas mereka juga mempunyai mimpi tak ada bedaya dengan anak-anak dibumi pertiwi ini, ingin menjadi guru karena kurangnya tenaga pendidik ditanah kelahirannya, ingin menjadi pilot karena terinspirasi karena pernah naik pesawat sebut saja Living yang sekarang sudah kelas 5 SD, ingin menjadi tentara sebagai abdi negara membela tanah air ini agar tak lagi dijajah oleh bangsa lain, seperti ketika pulau ini diambil alih oleh pemerintahan Hindia Belanda pada tahun 1677, dan juga pernah dijajah oleh bangsa Philipina dan bahkan sampai saat ini kita masih sering mendengar perebutan pulau ini, jika pemerintah tak memperhatikan kondisi anak Miangas dan masyarakatnya bisa saja mereka berikrar untuk menarik diri dari wilayah NKRI dan mengambil jalan separatis (memisahkan diri) untuk meneggakkan pemerintahan baru, namun percayalah nasionalisme masyarakat miangas tak bisa diragukan lagi, sebut saja Opa Raul salah satu tokoh adat disana pernah berkata, 

kami terlahir ditanah air ini, tanah yang kami cintai, namun kemanapun kami pergi maka biarlah jazad kami kembali disini untuk disemayamkan”.

Anak miangas adalah takdir kelahiran yang diitipkan oleh Tuhan kepada rahim seorang ibu Miangas, mereka harus berjuang dengan keterbatasan, bahan makanan pokok yang sulit, bahan bakar yang mahal, sehingga kayu bakar menjadi pilihan, ketika mengandung seorang anak adalah kebahagian, namun disisi lain akankah nasib masa depan mereka akan cerah, secara matahari pagi dipulau Miangas yang begitu indah. 

Ketika terlahir menjadi seorang anak dia harus dipaksa menerima dan mengikuti keadaan Miangas bersekolah di PAUD, SD, SMP, SMK juga mereka lakukan tetapi jumlah pendidik yang sangat sedikit dan sarana prasana yang tidak mendukung, serta tidak adanya sosok teladan diantara mereka membuat masa depan mereka sungguh memilukan, tidak adanya inspirasi, bahkan kelas 1 SMP masih ada yang tidak tahu untuk membaca, jika kapal sedang bersandar maka sekolah diliburkan semua, bagate (mabuk alkohol) sudah menjadi kebiasaan dan telah menjadi kebutuhan, padahal sangat merusak fungsi hati dan ginjal, bang Jhon, kak Hendrik, kak Erik,  kak Agus, ibu Ita dan pak Robin (TNI) adalah beberapa pemuda yang tergerak untuk memajukan Miangas tergabung dalam komunitas pemuda pemudi miangas, mereka menari-menari pada saat acara hiburan, bermain alat musik dan menyanyi lagu khas miangas, berburu kepiting, memancing cumi-cumi, menembak ikan sampai bermain voly dan sepak bola untuk mengisi keseharian mereka, berwirausaha dengan menggunakan laluga (sejenis daun talas) sebagai pengganti beras, apa jadinya pulau miangas ini jika tak ada hiburan seperti itu, pulau yang ketika kita berjalan kaki mengelilinginya mampu menempuh 1 jam 30 menit, dan ketika malam hari pukul 20.00 WITA ke atas penduduknya tak lagi ada yang berkeliaran, semua dirumah berkumpul bersama keluarga tercinta. Pantai yang begitu eksotik dengan keindahan alamnya, terumbu karang dan ikan menjadi kekayaan alam tersendiri dibalik kondisi Miangas yang sungguh sangat luar biasa potensinya.

Masa depan Miangas dan siapa yang bertanggung jawab atasnya?

Tidak ada yang salah dengan kondisi kehidupan Miangas, begitu akrab dan bahagia mereka menjalani hidup dengan mata pencaharian mengolah kelapa menjadi kopra, menjadi nelayan, bertani tanaman, dan berwirausaha namun investasi masa depan sangat sedikit sehingga mencari penghidupan untuk bisa hidup hari ini saja, kondisi demikian seharusnya pemerintah Indonesia, kabupaten Talud harus berpatisipasi aktif untuk memajukan daerah ini, sehingga kemerdekaan bukan hanya dinikamati dikota-kota besar dan hanya untuk segelintir orang saja, namun kemerdekaan juga harus dirasakan oleh setiap lapisan masyarakat Indonesia begitu juga dipulau-pulau perbatasan seperti di Miangas.

Masa depan miangas terletak dipundak-pundak pemuda pemudinya, saya mengutip perkataan salah seorang siswa SMK di Miangas namanya sudah hilang diingatan mengatakan seperti ini.

jika pemerintah tidak memperhatikan kondisi kami disini, bagaimana kami belajar dengan keterbatasan akses dan sarana prasana serta tenaga pendidik, maka biarlah kami bergabung saja dengan negara Philipina”.

Mengapa mereka sampai berpikir demikian, ini menjadi catatan penting buat kita semua bahwa jika hari ini mereka sudah merasakan dan mampu untuk berpikir demikian maka tidak menutup kemungkinan masa depan Miangas akan diambil alih oleh negara tetangganya yakni Philipina, sehingga kita tidak menginginkan satu persatu pulau-pulau terluar Indonesia disabotase negara lain dan menjadi hak mereka karena ketidakbecusan kita mencintai dan menjaga segenap tanah, air dan udara yang ada di negara kesatuan republik Indonesia  ini.

“Pulau Miangas jauh terpisah dari kepulauan Indonesia, satu pulau perbatasan, itu sungguh tanahku pujaanku, walaupun sering-sering ditimpa bencana alam, tinggilah harapan setiap masa kepada Tuhan yang maha Esa, negeriku aman sentosa”.

Syair lagu inilah yang ditanamkan dan menjadi sebuah semangat yang dinyanyikan anak-anak Miangas dan masyarakatnya, mereka mencitai tanah kelahiran dan leluhurnya, bencana dan keterbatasan takkan mampu membuat mereka meninggalkan pulau ini, merah dan putih bendera akan selalu berkibar ditanah diujung utara indonesia, namun masa depan miangas terletak dipundak-pundak generasinya, dan seluruh bangsa Indonesia.

 Jika kepedulian tak lagi saling kita tebarkan, penderitaan kemanusiaan tak lagi mampu kita rasakan, serta tanggungjawab tak lagi kita amanahkan maka biarlah Miangas hanya sebatas cerita dimasa depan, pengabdian masyarakat melalui Kuliah Kerja Nyata (KKN) tematik pulau Miangas angkatan 90, mengajarkan tentang arti sebuah kehidupan, jauh dengan hiruk pikuk perkotaan, merasakan dan berbaur dengan mereka makan bersama, menanggkap ikan, dan hidup bersama hampir satu bulan, waktu yang membatasi namun sejuta pengalaman takkan mampu untuk dilupakan dan arti sebuah kekeluargaan, sungguh sebuah pengalaman hidup yang berharga, semoga kelak bisa menginnjakkan kembali kaki ditanah utara Indonesia ini dengan ke eksotikan tetap terjaga dan semoga mereka penjang umur agar dapat berjumpa kembali didalam kesuksesan hidup masing-masing. amiin

Anak Miangas adalah masa depan utara pulau Indonesia, generasi pelanjut dan tunas-tunas muda yang akan tumbuh untuk melanjutkan kehidupan dipulau ini, mereka harus diberikan pengajaran, diberikan contoh yang teladan, dan  menanamkan kecintaannya terhadap tanah air, hingga jiwa dan raga hidup dan mati hanya ditanah air tercinta.

Miangas damailah dan sentosa.

                                                                                                    sumber pict:  doc pribadi